"Mulanya kami berpikir, sebaiknya di sepanjang tepi sungai yang digunakan sebagai bongkar muat pasir dibangun dermaga beton agar bibir sungai tak longsor. Namun mengingat ketiadaan biaya, akhirnya kami memilih penggunaan patok-patok bambu yang biayanya murah," beber Kastowi (40) salah satu penambang pasir muara Sungai Luk Ulo, Kamis (15/05/2014).
Menurut Kastowi, Saroji (50) dan sejumlah penambang lainnya, semakin tingginya eksploitasi pasir di kawasan itu bisa berakibat rawannya bibir sungai dari kelongsoran. Kesadaran itulah yang mendorong komunitas warga yang terlibat dalam penambangan bersepakat mencegah terjadinya longsor.
Lalu disepakati mematok bibir sungai dengan potongan-potongan bambu yang di bagian sampingnya ditaruh potongan-potongan kayu untuk menambah kekuatan patok bambu. Ternyata cara alami seperti itu efektif mencegah kelongsoran bibir sunga selama bertahun-tahun.
"Karena secara ekonomi sudah menikmati isi sungai ini, kami harus mau mencegah kerusakan lingkungan di bantaran sungai yang merupakan tanah bengkok desa dan sebagian tanah milik warga," jelas Saroji.
Selain para penyelam pengambil pasir di dasar sungai, komunitas penambangan pasir di perairan itu terdiri dari para juragan pemberi upah kepada para pengambil pasir dan buruh bongkar muat, serta parapemilik truk.
Adapun jumlah pasir yang dieksploitasi di perairan itu bisa mencapai 200 sampai 250 perahu atau 40 sampai 50 truk perhari. Selain, dipasarkan di wilayah Kabupaten Kebumen, pasir dipasarkan ke Purworejo, Cilacap dan Banyumas. (krjogja/Dwi)