Duel itu berlangsung di Dukuh Lengkoro I, RT 2/IV Desa Babatsari, Kotawinangun, Kebumen, Jawa Tengah pada 23 Juli 2013. Romadi ternyata tidak sehebat yang dibayangkan dan akhirnya tewas di tangan Ariyadi.
Setelah itu, Ariyadi menyerahkan diri ke polisi. Ada pun jenazah Romadi malah ditolak warga.
"Hari itu juga masyarakat Babatsari menggali kubur. Tetapi ketika diberitahukan kepada penggali kubur yang akan
dimakamkan Romadi, para penggali kubur tidak mau meneruskan galiannya," kata Wiryosentono yang tertuang dalam putusan seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Sabtu (19/4/2014).
Akhirnya jenazah dimakamkan di desa tetangga. Mengapa warga menolak jenazah Romadi? Selidik punya selidik, Romadi ternyata menjadi troblemaker di kampungnya. Wiryosentono yang pernah bekerja kepada Romadi
menuturkan selama ini dia hanya diupah untuk 4 hari saja dari 18 hari kerja yang dilaksanakan.
"Romadi sering berbuat keresahan dan orangnya tidak menyenangkan," tuturnya. Kekesalan warga tidak hanya itu.
Ternyata warga enggan mensolati jenazah Romadi. Bahkan untuk pengajian pasca dimakamkannya Romadi, warga pun enggan.
"Saya pernah menolak permintaan keluarga Romadi untuk selamatan/ kenduri di musala saya," kata warga lainnya, Ahmad Jazilan.
Meski mendapat dukungan warga, Ariyadi tetap harus menjalani hukuman penjara. Sempat dihukum 6 tahun penjara, vonis hukuman Ariyadi diperberat menjadi 8 tahun oleh Pengadilan Tinggi (PT) Semarang.
"Mengadili, menyatakan Ariyadi bin Saring telah bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan. Memidana dengan pidana penjara selama 8 tahun," putus majelis yang terdiri dari Suroso, Sularso dan Sumanto pada
6 Maret 2014 lalu.(Detiknews/Kebumen Beriman)
