Laman

Minggu, 28 April 2013

CURAHAN HATI ISTRI ALMARHUM USTAD JEFRY AL BUCHORI


                    بِسْــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kumandang ayat Kursi masih terdengar hingga menjelang tengah malam di kediaman almarhum Ustaz Jeffry Al Buchori, di kawasan Tangerang, Jumat (26/4).

Ratusan pelayat silih berganti datang seakan tak pernah putus memanjatkan doa-doa kepada Sang Khalik atas kepergian mendadak ustaz yang begitu dicinta.

Derap langkah para pelayat, seakan terdengar hingga di pintu gerbang masuk rumah nan asri itu, menyeruak di tengah isak tangis istri dan anak-anak Ustaz Jeffry yang akrab disapa Uje tersebut.

Pipik Dian Irawati, sang istri, jelas kehilangan sosok panutan dalam keluarganya. Luka, duka, dan nestapa masih menggelayut dan tampak sulit untuk beranjak pergi. Meski sejatinya, mau tidak mau, ia harus membuat dirinya berdiri kokoh menghadapi kenyataan.

Memang, suasana malam pertama tahlilan, Jumat (26/4) terasa sungguh manusiawi. Tangisan menjadi pelipur hati, membasuh semua kenangan indah bersama sang pujaan hati.

"Mungkin selama dakwah ada yang menyinggung, mohon diikhlaskan, mohon dimaafkan. Suami saya orang baik," ujar Pipik dengan terbata-bata.

Sederet kata pembuka sederhana, meski diiringi derai air mata dan isak tangis, menunjukkan betapa Uje, telah berhasil mendidik sang istri tercinta untuk menjadi mahluk yang mulia.

"Suami saya orang baik, saking baiknya, tadi setelah dikubur ada yang kirim foto. Ada awan seperti sedang berdoa. Ya Alloh, ampuni suami saya, tolong maafkan suami saya. Foto ini jadi bukti, suami saya orang baik. Dia selalu mendoakan siapapun yang bertemu dengannya," ujar Pipik lagi dengan penuh haru.

Tak ada satupun manusia yang dapat memperkirakan datangnya ajal. Sama seperti jodoh dan rezeki, semua merupakan rahasia Tuhan.

Karena itu, Pipik Dian Irawati pun tak pernah menyangka, jika suara Ustaz Jeffry Al Buchori, sang suami yang didengarnya sore hari sebelum sang suami mengalami kecelakaan, adalah suara terindah terakhirnya. Bagaikan suara ucapan perpisahan yang tak disadari Pipik.

Saat semua sudah terjadi, Pipik pun mengurai kisah satu per satu, mengumpulkan lembar demi lembar pertanda hari-hari terakhir bersama sang suami tercinta.

"Sebelum kejadian, suami saya pernah bilang mau latihan dikafanin. Katanya mau belajar jadi mayit," ujar Pipik saat ditemui di kediamannya kawasan Tangerang, Jumat (26/4).

Tak sadar sebuah firasat, Pipik mengaku menanggapi ajakan tersebut tanpa berpikir terlalu jauh.

"Itu ternyata salah satu firasat," ujar Pipik terbata-bata.

Pipik seakan tersedak. Ia tak lagi mampu meneruskan kisahnya. Sejumlah ibu-ibu pelayat kemudian memberikan pelukan, sampai akhirnya ia pun dapat kembali berucap.

"Beliau sempat buat lagu Labbaik Allohumma Labbaik versi beliau dan ternyata itu juga firasat," ujarnya, kembali sambil berderai air mata.

Kenangan indah bersama sang pujaan hati, seakan tak bisa lepas dari ingatan, hinggap mengakar hingga ke dalam sanubari. Cinta sang suami yang tulus, telah memberikan kehangatan dalam rumah tangga yang sudah dibina kurang lebih 15 tahun tersebut.

"Abi bangga dengan anak-anak. Apalagi anak yang lelaki nomor dua, bisa menjaga amanah. Dia selalu menjadi imam jika Abi enggak ada dan itu selalu dijalankan," ujar Pipik sambil memeluk putra keduanya.

Keharuan ibu dan anak itu membuat sejumlah mata yang memandang berlinang air mata dengan hati yang luluh lantak tak kuasa menahan pilu.

"Kamu harus bangga ya, karena Abi bangga sama kamu," ujar Pipik kepada anak keduanya.

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Kalimat itu tentu bukan kalimat yang asing bagi Pipik Dian Irawati. Apalagi status Ustaz Jeffry Al Buchori sebagai seorang penceramah, pasti kerap memberikan pemahaman kalimat yang diambil dari ayat Alquran tersebut.

Namun, segenap luka dan duka, telah mengkandaskan pertahanan seorang istri yang merasa kehilangan, ditinggal suami tercinta untuk selama-lamanya.

Melantunkan napas cinta telah diberikan Pipik, bahkan hingga menjelang wafatnya sang suami. Cinta itu ia tunjukkan dengan sebuah hadiah sederhana namun ternyata dimaknai dalam oleh Uje.

"Ini buku, saya berikan saat ulang tahun suami saya yang ke-40. Saya enggak kasih apa-apa, selain buku yang berisi broadcast tausiyah suami saya di BlackBerry maupun dunia maya. Saya kumpulin dan dicetak. Dia sempat menangis dan tak percaya saya mengumpulkan kata-kata suami saya," ujar Pipik sambil menunjukkan buku hadiah ulang tahun tersebut.

Pipik kemudian menunjukkan sebuah puisi yang ditulis mendiang suaminya. Puisi yang sebelum kematian sang suami, sering dibaca dan menjadi favoritnya.

Puisi tersebut bercerita tentang kerinduannya kepada Nabi Muhammad dan harapannya ingin berjumpa.

"Insya Alloh, sekarang dia bisa bertemu dengan Nabi Muhammad," ujar Pipik sambil terisak.

Memang, di antara waktu yang bergulir, tak akan ada yang mengetahui, apa yang akan terjadi esok, bahkan saat detik berlalu.

Manusia hanya bisa menjalani dan berusaha untuk menjejaki langkah dengan asa, cita, dan cinta. Namun dalam perjalanannya, ada duka, luka, dan nestapa yang mungkin saja menjadi bagian kisah yang sudah tertuang dalam catatan Sang Maha Kuasa.

Namun sejatinya, ada banyak pelajaran dari setiap drama kehidupan yang dialami. Dan itu akan memberikan kekuatan yang akan selalu menanamkan kebaikan dari setiap langkah yang akan dijalani.

Selamat Jalan Uje, kami akan selalu merindukan tausiyahmu ...

DAFTAR BLOG TER-UPDATE