Menurut Liem yang juga owner Grafika Group itu, fenomena politik uang disebabkan salah satunya para politisi yang berlaga dalam Pileg merupakan caleg karbitan. Mereka belum lama ditempa sebagai kader partai politik, tetapi langsung mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat dari parpol tertentu.
Rusak Sistem
"Bisa jadi caleg hanya memanfaatkan parpol sebagai kendaraan. Sebaliknya parpol butuh figur untuk mendongkrak perolehan suara," ujar Liem Kuswintoro kepada Suara Merdeka di sela-sela ramah tamah dengan Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Sunindyo di Hotel Grafika Gombong, Kebumen, baru-baru ini.
Maraknya caleg karbitan tersebut, imbuh dia, menunjukkan parpol gagal dalam melakukan kaderisasi. Karena mesin partai tidak berjalan, maka para caleg berjalan dengan caranya sendiri. Salah satunya mereka menggunakan tim sukses yagn biasa menjadi botoh pada pemilihan kepala desa yang identik tradisi, "wuwuran".
"Semestinya parpol memperbaiki sistem kaderisasi, dan kader terbaiklah yang diajukan menjadi caleg, baik di tingkat DPRD Kabupaten, provinsi maupun DPR RI," tandasnya.
Terkait kepemimpinan nasional, Kuswintoro menilai Indonesia butuh pemipin yang mampu menjadi nahkoda bagi negara ini. Selain figur seorang komandan juga pemberi komando yang tegas dalam bersikap dan cepat dalam mengambil keputusan.
"Selama ini, negara ini ada komandannya tapi seolah tidak pernah memberi komando," tandasnya.
Secara terpisah, Ketua KPU Kebumen Paulus Widiyantoro mengaku sangat jengkel dengan indikasi maraknya praktik politik uang di Kebumen. Praktik itu dinilai sangat nyata merusak sistem pilitik dan pendidikan politik yang selama ini terus disosialisasikan.
"Pendidikan politik dan sosialisasi kepada masyarakat agar menjadi pemilih cerdas seolah-olah tidak ada artinya akibat praktik politik uang," katanya. (J19-32/SuaraMerdeka)