"Saat selesai panen, terus terang kami sangat kecewa ketika pedagang hanya menawar Rp 1.500 per kilogram, mengingat mutu buah cukup bagus. Harga ini merupakan harga terendah sejak saya menjadi petani jeruk monte di tahun 2007 lalu," ungkap Syafei (40), petani jeruk monte Desa Tambakprogaten, Kecamatan Klirong, Kebumen di kebunnya, Senin (12/05/2014).
Syafei dan beberapa petani jeruk monte lainnya menduga rendahnya harga disebabkan melimpahnya panenan. Dengan melimpahnya jeruk monte di pasar, kemungkinan pedagang memilih membanting harga jualnya agar bisa cepat terserap oleh pasar. Adapun pasar jeruk monte adalah rumah-rumah makan dan industri jamu di berbagai daerah.
"Saat menjual jeruk hasil panen, petani tak bisa melakukan penawaran mengingat petani tak menguasai pasar jeruk monte yang sebagian besar berada di luar Kebumen, seperti Semarang dan Yogyakarta. Selain itu, jeruk harus segera terjual setelah dipanen dan tak bisa ditunda jual seperti padi," jelas Lamidi (50), petani jeruk Kelegenrejo, Kecamatan Klirong.
Untuk mengatrol harga kembali naik, para petani jeruk monte Kecamatan Klirong kini berusaha melakukan pengaturan panen, yaitu pengurangan jumlah panen jeruk mereka. Bila biasanya setiap panen mereka berusaha memetik sekaligus 400 sampai 500 kilogram, kini hanya 200 sampai 300 kilogram saja. Begitu pula dengan waktu pemanenan yang biasanya dilakukan seminggu sekali, kini mereka usahakan untuk memanennya 10 hari sekali.
"Cara ini kami lakukan, karena saat ini sedang panen raya jeruk monte. Asalkan pohon jeruknya sehat pengaturan panen ini tak menurunkan kualitas jeruk ," ujar Lamidi. (krjogja/Dwi)