Surabaya - Ekonomi di kawasan Bangunsari
pascapenutupan lokalisasi memang langsung terjun bebas. Tapi perlahan-lahan ekonomi di kawasan tersebut mulai meningkat saat warga beralih profesi.
"Sebelum ditutup, warga sekitar banyak mengandalkan perekonomiannya pada lokalisasi.
Mereka warga terdampak," ujar Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kota (LKMK) Dupak Arif An kepada detikcom, Kamis (19/6/2014).
Begitu lokalisasi ditutup, kata Arif An, warga terdampak pun cukup shock. Namun mereka bisa mengerti. Mereka mulai mengikuti pelatihan-pelatihan yang digelar Pemkot Surabaya. Mau tak mau pelatihan itu harus diikuti karena mereka tak mendapat uang jaminan hidup. Hanya PSK dan mucikari yang mendapatkannya.
"Dulu saya punya warung. Pelanggannya ya para PSK dan tamu-tamunya. Begitu wisma tutup, gak ada yang beli. Saya tutup warung," ujar Anik Sari Wati'ah, warga Dupak Bangunsari I. Anik pun cepat sadar, dia lalu segera mengikuti pelatihan.
Kebetulan Anik tertarik pada pelatihan jahit menjahit. Dan yang diajarkan adalah menjahit alas kaki alias keset. Anik cukup antusias mengikuti pelatihan yang akan mengubah caranya untuk bertahan hidup. "Saya terus mengikuti pelatihan.
Ikut juga study banding ke Kebumen selama 4 hari untuk belajar membuat keset bermotif dari kain perca," lanjut perempuan 42 tahun itu.
Meski tak mendapat bantuan uang, Anik mendapat bantuan 14 mesin jahit. Denganmesin itu, ia mengajak 10 PSK untuk bekerja bersamanya.
"Alhamdulillah, saya bisamengajak mereka (PSK)," ujar ibu dua anak tersebut. Keset buatan Anik cukup menarik karena bermotif kartun yang disukai anak-anak.
Namun lambat laun, para pembelinya merasa sayang jika keset lucu itu harus diinjak-injak hingga menjadi kotor. Jadilah keset itu menjadi benda pajangan yang ditempel di dinding. Untuk menjadikannya lebih indah, Anik membuatnya bak lukisan. (Detik/KebumenBeriman)