Mereka melakukannya demi bisnis transportasi, hah? Yap, telepon yang dilakukan untuk memantau pesaing bus yang melaju di depan atau di belakang.
"Ini untuk jaga jarak," terang Slamet, seorang kondektur akhir pekan lalu.
Slamet tak tahu sejak kapan telepon menelepon ini dilakukan.
Sejak 8 tahun lalu dia menjadi kondektur ini sudah terjadi. Bermodal HP murah yang harga tak lebih dari Rp 200 ribu, serta provider yang menawarkan harga murah untuk telepon menelepon, pemantauan para pesaing dilakukan.
"Jadi sepanjang rute Purwokerto- Wonosobo kita pasang 15 orang. Itu ada koordinatornya," terang Slamet.
15 Orang yang disebut pemantau itu berdiam di antara jalur Purwokerto-Wonosobo. Para pemantau itu juga memiliki seorang koordinator, dan uang bayaran dari sopir dan kondektur itu diberikan kepada koordinator.
"Sehari Rp 70 ribu. Orang-orang itu juga bantu kalau kita kecelakaan atau mogok," tutur Slamet.
Lewat informasi sang informan itu, para sopir bus mengatur jarak. Jadi dengan demikian mereka bisa jaga jarak untuk mengatur rezeki.
"Ini jadi kita tahu supaya tidak terlalu dekat atau terlalu jauh. Jadi penumpang juga bisa dapat," tegas Slamet.
Entah sampai kapan telepon menelepon ini dilakukan. Pastinya kata Slamet sampai saat ini cukup efektif. Dia juga menyampaikan, penumpang tak perlu khawatir walau sopir tetap telepon menelepon sambil menyetir.
"Selama ini aman-aman saja, lha wong cuma sebentar-sebentar neleponnya," jawab Slamet sambil
terkekeh.(Detik,com/