Gombong - “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai, maka masuklah dalam golongan hamba-hambaKu. Dan masuklah dalam surgaKu.” (Q.S. Al-Far : 27-30)
Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun… kata itulah yang terucap dari pendukuk desa Kedungpuji ketika mengetahui bahwa sang muadzin yang dikenal dengan nama “Bapak Mochamad Ikhwan bin Madganan” atau yang sering dikenal dengan “Mbah Saman” meninggal dunia.
Saat itu pada hari Selasa tanggal 25 Maret 2014 pukul ± 16.30 WIB, beliau terjatuh karena tersandung saat hendak pergi melaksanakan tugasnya mengumandangkan Adzan Dhuhur, saat itu juga malaikat Izrail datang menjemput dan beliau meninggal di kediaman rumahnya.
Saat berita duka itu diumumkan banyak sekali orang yang tidak percaya bahwa Mbah Saman sudah meninggal dunia, karena beliau masih sempat mengumandangkan adzan subuh dan turut dalam jamaah shalat subuh bahkan beliau masih sempat untuk menyapa beberapa jamaah sebelum pulang.
Kepergian sang muadzin yang bernama Bapak Muchamad Ikhwan itu yang tiba-tiba begitu mengejutkan para warga Kedungpuji dan sekitarnya. Rumahnya di Rt. 03 Rw. 01 Desa Kedungpuji mendadak menjadi ramai dengan para takziyah, apalagi para pelayat yang tampak jauh lebih banyak jumlahnya di Masjid Nurul Falaah Kedungpuji saat jenazah sang muadzin dishalatkan di masjid.
Banyak yang merasa kehilangan sosok beliau yang dilahirkan di Kebumen 78 tahun lalu, tepatnya tanggal 22 Oktober 1936, dan ingin turut serta mengantar jenazah beliau ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Banyak kenangan dari Mbah Saman sebelum meninggal, lulusan sekolah rakyat (SR) dan pernah mengaji dengan Si Mbah Kyai Bahruddin ini sempat bercerita bahwa sebelum menjadi muadzin beliau bekerja tekun sebagai Petani, setiap hari di sawah untuk mengais rizki dengan bercocok tanam.
Lalu setelah itu umur bertambah umur mbah Saman akhirnya mengurangi waktunya untuk pergi ke sawah karena kondisi fisiknya yang sudah semakin mengurang.
Pada tahun 2009 beliau ditawari oleh Bapak Bambang Purwanto, S.Ag. untuk menjadi muadzin tetap masjid baik untuk adzan awal maupun sholat 5 waktu. Beliau juga seorang pencari ilmu yang luar biasa. Semasa itu selain di Majelis Taklim Masjid Nurul Falaah beliau banyak mendatangi beberapa majelis taklim dan beberapa pengajian di desa Kedungpuji.
Bersama istri tercinta Ibu Sutiyah yang lahir di Kebumen (72 tahun) beliau membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang “Beliau adalah bapak yang baik” itulah yang disampaikan putrinya Turmi Asih sambil mengenang kembali masa-masa ketika Bapak Muchamad Ikhwan masih hidup.
Beliau tidak pernah marah dan selalu mandiri tanpa ingin merepotkan orang lain, beliau mengajar anak-anaknya dengan tauladan dari diri beliau sendiri tanpa banyak bicara. Hingga saat ini beliau bisa dikatakan sukses dalam mendidik kelima anaknya.
Putra yang pertama Sudirman, putri yang kedua Tusini, putri yang ketiga Turmi Asih, putra yang keempat Parjono dan putri yang kelima Sri Mulyani. Selain itu beliau juga menjadi kakek dari 10 orang cucunya.
Beliau bukan hanya sebagai Muadzin di Masjid Nurul Falaah tetapi merupakan tauladan yang patut dicontoh oleh semua orang, beliau adalah contoh keistiqomahan dan keteguhan hati, hal ini tak perlu diragukan lagi karena sudah terbukti. Setiap harinya beliau bangun antara pukul 02.00 – 03.00 WIB lalu beliau shalat tahajjud.
Selepas shalat tahajjud bergegas ke masjid untuk mengumandangkan adzan awal. Mbah Saman merasa setiap harinya ada yang membangunkan, sehingga jarang terlambat bangun dari biasanya.
Banyak kenangan tentang Pak Muchamad Ikhwan atau yang sering dikenal Mbah Saman ini yang sangat sulit untuk kita lupakan. Banyak orang yang tentunya sangat kehilangan. Kebaikan dan tauladan beliau tentang ketaqwaan kepada Allah yang harus kita tiru. Beliau selalu membangunkan orang-orang yang terlelap untuk bermunajat kepada Allah pada sepertiga malam terakhir.
Beliau selalu mengumandangkan “Ashsholaah….Ashsholaah…!!, Assholatu khoirun minannaum” itulah yang terngiang ditelinga kita antara pukul 03.00 – 04.00 pagi, beliau juga selalu mengumandangkan adzan untuk mengingatkan watu shalat fardhu kepada para warga sekitar.
Banyak hal yang tak tergantikan dari beliau baik amal maupun kehangatan beliau dalam bergaul dengan semua orang. Mbah Saman selalu berharap bahwa sepeninggal beliau ada banyak orang yang mau menggantikannya menjadi muadzin.
Selamat Jalan Sang Muadzin….., Selamat Tinggal Mbah Saman yang tercinta. Semoga kenanganmu akan terus ada di hati kami semua. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan menerima semua amal kebaikanmu.
Insya Allah engkau meninggal dalam keadaan Khusnul Khotimah dan dalam kondisi jihad kepada Allah karena hendak mengumandangkan adzan dan dalam keadaan suci karena berwudhu.
Semoga Allah memberimu derajat Taqwa atas semua keistiqomahanmu dalam beramar ma’ruf nahi munkar dan menempatkanmu dalam JannahNya. Semoga kami semua bisa memenuhi harapanmu untuk senantiasa berjihad kepada Allah. Aamiin…aamiin…aamiin, Yaa Rabbal’alamiin. (gbg/sefudin)