AYAH - Sore di akhir pekan di Pantai Logendhing, Ayah, Kebumen tampak cerah. Arus sungai Begawan Bodo yang memisahkan wilayah Kebumen dan Cilacap mengalir begitu tenang menuju kawasan pantai. Jembatan Kali Bodo yang memanjang tampak sibuk dengan hilir mudik kendaraan yang melintas di atasnya. Adek (14), nahkoda perahu yang kami tunggangi, dengan cekatan memegang tuas kemudi perahu menyusuri hutan mangrove (hutan bakau) di sepanjang muara Begawan Bodo. Sesekali perahu kami harus menabrak juntaian akar pohon bakau yang tumbuh lebat di sisi kanan dan kiri. Adek pun tak jarang harus mencebur ke dalam sungai untuk mengarahkan perahu kami. Setelah beberapa menit, perahu sampai di tengah rerimbun hutan bakau. Mesin perahu kami matikan.
Sukamsi (50), pemimpin rombongan, meminta kami sejenak menikmati udara dan menghirup nafas dalam- dalam. “Disini kita bisa menghirup oksigen sepuasnya. Gratis tidak perlu bayar,” katanya.
Kawasan hutan mangrove di sepanjang muara Begawan Bodo, Pantai Logending, Ayah, Kebumen,
saat ini memang belum banyak dikenal. Kawasan seluas 32 hektar ini, baru mulai dikembangkan sejak
tahun 2003 lalu. Adalah Sukamsi bersama Kelompok Peduli Lingkungan Pantai Selatan (Pansela) yang
mengembangkan dan melestarikan hutan mangrove ini.
“Dulu kawasan hutan bakau ini rusak parah, tak banyak tanaman bakau yang tumbuh. Padahal kawasan ini merupakan kawasan rawan bencana tsunami. Namun Alhamdulillah, sekarang kondisi hutan bakau ini mulai pulih,” katanya.
Upaya pelestarian kawasan yang dilakukan Sukamsi bersama kelompoknya memang patut diacungi
jempol. Sebanyak 470 anak jalanan yang dulu bekerja sebagai tukang parkir, pengamen bahkan tukang palak, ia bina untuk menanam dan melestarikan hutan bakau di kawasan tersebut.
Hasilnya, ekosistem kawasan hutan bakau yang dulu rusak kini mulai pulih kembali. Dan dari hutan bakau itulah, masyarakat sekitar pantai pun memperoleh banyak manfaat. Mereka mendapat sumber ekonomi dari pembibitan kepiting dan udang yang mampu dijual dengan harga cukup
tinggi. Para nelayan pun kini juga mulai dapat menemukan kembali ikan Terusan sejenis ikan Kakap Putih yang pernah menghilang, seiring rusaknya ekosistim hutan bakau di kawasan itu.
“Yang jelas kita menyadari potensi bencana di kawasan ini. Sehingga perlu upaya penanganan bencana.
Salah satunya adalah dengan mengembalikan kawasan hutan mangrove ini agar dapat menahan
abrasi pantai dan tsunami jika sewaktu-waktu terjadi,” katanya.
Tak hanya itu, kini pengembangan kawasan hutan mangrove di sepanjang muara Begawan Bodo juga
diarahkan untuk wisata minat khusus.
Para wisatawan dapat menyewa perahu dan menyusuri lebatnya hutan bakau di sekitar kawasan itu.
Termasuk juga mengenal pengembangan ekosistim hutan bakau mulai dari pembibitan hingga
penanamanya. (KRjogja/Bk/KebumenBeriman)