Laman

Rabu, 26 Maret 2014

PETISI KEDAULATAN TANAH WARGA URUTSEWU


Petani Urutsewu, Kebumen, Jawa Tengah, telah kehilangan kedaulatan atas tanah mereka, terutama pasca bentrok antara warga dengan TNI AD akibat penolakan petani Urutsewu atas klaim sepihak TNI AD terhadap milik mereka pada 16 April 2011 dan kesewenang-wenangan terstruktur yang menyertainya yang dilakukan baik oleh TNI AD maupun pemerintah (Kebumen, Jawa Tengah, dan Pusat). Kedaulatan tanah di sini berarti terjaminnya kepemilikan tanah oleh petani, penggunaan tanah sesuai dengan keinginan petani, kemerdekaan petani untuk berorganisasi dan mempertahankan hak, kesempatan petani menikmati hasil panen yang adil, serta keamanan dalam menggarap tanah mereka.




Karena itu, kami atas nama warga Urutsewu, seniman, aktivis, akademisi, dan segenap masyarakat sipil yang tergabung dalam aliansi “Solidaritas Budaya untuk Masyarakat Urutsewu” mendesak:

1. Pemerintah Kabupaten Kebumen, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Pusat, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) untuk mengembalikan hak kepemilikan tanah di sepanjang pesisir Urutsewu pada pemiliknya yang sah, yaitu petani, sesuai dengan peta tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah.

2. TNI Kodam Diponegoro untuk menghentikan pemagaran tanah rakyat di pesisir Urutsewu

3. Pemerintah Kabupaten Kebumen untuk mencabut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2007 yang mengakomodasi klaim kepemilikan tanah oleh TNI AD sepanjang 1000 meter dari bibir pantai dan Perda RTRW 2012 yang menjadikan Urutsewu sebagai kawasan pertambangan pasir besi dan latihan serta uji coba senjata berat TNI AD.

4. Pemerintah Kabupaten Kebumen untuk mengembalikan RTRW Pemerintah Kabupaten Kebumen yang menjadikan pesisir Urutsewu sebagai kawasan pertanian dan agrowisata

5. TNI AD untuk mencabut klaim kepemilikan tanah baik sepanjang 500 meter dari bibir pantai maupun sepanjang 1000 meter dari bibir pantai.

6. Pemerintah Kabupetan Kebumen, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Pusat dan TNI AD untuk membatalkan tambang Pasir Besi di sepanjang Pesisir Urutsewu yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik tanah yang sah.

7. Pemerintah (instansi yang bertanggungjawab) untuk mengusut tuntas kasus penembakan petani 16 April 2011 dan semua bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Urutsewu

8. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo,untuk hadir pada peringatan 16 April 2014 pukul 12.00 WIB; dan kepada semua calon presiden memberikan perhatian mereka kepada permasalahan warga Urutsewu.

Alasan desakan di atas sebagai berikut:

A. Tidak ada sejengkalpun tanah negara di pesisir Urutsewu, dan TNI AD secara jelas melakukan klaim sepihak terhadap tanah di sepanjang pesisir Urutsewu. Hal ini diperkuat oleh fakta-fakta sebagai berikut:

1. Fakta sejarah bahwa sejak jaman Belanda tanah di sepanjang pesisir Urutsewu adalah milik masyarakat Urutsewu. Sejak dilakukannya penataan tanah “Galur Larak” 1830-1870 sampai pelaksanaan “klangsiran” 1932 oleh pemerintah kolonial Belanda tanah di sepanjang pesisir Urutsewu adalah hak milik warga Urutsewu. Setelah Indonesia merdeka dan diberlakukannya diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria 5/1960 hingga sebelum 1998 tanah pesisir Urutsewu juga menjadi hak milik warga Urutsewu sesuai dengan peta tanah BPN.

2. Fakta bahwa pada 1982 TNI AD membuat surat “pinjam tempat ketika latihan” kepada kepala desa setempat. Ijin “Pinjam Tempat untuk Latihan” ini membuktikan bahwa tanah di sepanjang pesisir Urutsewu adalah hak milik masyarakat Urutsewu yang memiliki surat resmi kepemilikan tanah. Meski belakangan “pinjam tempat” tidak lagi dilakukan, dan hanya memberikan surat pemberitahuan ketika latihan, namun hak kepemilikan tidak secara otomatis berpindah kepada pihak TNI AD.

3. Surat Camat Buluspsantren Nomor 621.11/236 tertanggal 10 November 2007 perihal tanah TNI AD dari hasil musyawarah permasalahan tanah TNI pada 8 November 2007 di pendopo Kecamatan Buluspesantren yang dihadiri oleh Muspika, Kodim 0709/Kebumen, Sidam IV Purworejo, Dislitbang Buluspesantren, Kepala Desa Ayamputih, Setrojenar, dan Brecong, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) 3 desa, mantan Kades (2 desa), dan warga masyarakat 3 desa. Pada poin 5 surat ini menyatakan bahwa TNI AD tidak akan mengklaim tanah rakyat kecuali yang 500 m dari bibir pantai. Hal ini bermasalah, karena dalam interval 500 meter dari bibir pantai tersebut terdapat tanah rakyat yang merupakan “tanah pemajekan” yang tertera di Buku C Desa dan memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). 

4. Terjadi pemetaan secara sepihak oleh anggota TNI AD yaitu Serma Hartono, NRP: 549021, yang kemudian dimintakan tanda tangan kepada kepala desa. Istilah yang dipakai untuk menamai area lapangan tembak dalam peta tersebut adalah “Tanah TNI AD”, hal ini menegaskan bahwa TNI AD telah mencoba melakukan klaim sepihak atas tanah rakyat. 

5. Menurut kesaksian Sugeng, Paryono, dan Nur Hidayat (dari Setojenar), dalam musyawarah 8 Desember 2007 pihak Dislitbang AD hanya menyosialisasikan bahwa “menurut Undang‐Undang (UU) yang ada, di sepanjang pantai di seluruh Indonesia adalah tanah Negara atau tanah hankam,” tanpa menyebut UU yang mengaturnya. Ini adalah pembodohan dan kebohongan publik. Yang jelas, tidak semua pemilik tanah dalam zona 500 m dari garis pantai dilibatkan dalam musyawarah ini; dan sampai sekarang belum sekalipun tercapai kata sepakat dari para pemilik tanah.

B. TNI AD dan Pemerintah terbukti melakukan legalisasi dan kegiatan Bisnis secara sepihak, hal ini diperkuat fakta:

1. Surat Kodam IV Diponegoro, kepada PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC), nomor: B/1461/IX/2008, Tanggal 25 September 2008, tentang Persetujuan Pemanfaatan Tanah TNI AD di Kecamatan Mirit untuk Penambangan Pasir Besi.

2. Pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT MNC selama 10 tahun tanpa sosialisasi. Dalam surat izin produksi, dinyatakan bahwa luasan lahan yang akan ditambang adalah 591,07 ha, dengan 317,48 ha diantaranya adalah tanah yang diklaim milik TNI AD. Ijin ini diterbitkan meskipun Perda Tata Ruang yang berlaku pada saat itu belum menetapkan kawasan Urutsewu sebagai kawasan pertambangan, artinya ijin ini harus dibatalkan demi hukum.

C. Hilangnya hak atas pemanfaatan tanah yang disertai dengan penelantaran nasib, ancaman, kekerasan fisik, dan teror yang berkelanjutan sejak 2007 hingga sekarang. Hal ini diperkuat dengan fakta:

1. Sejak pematokan yang dilakukan oleh aparat TNI, masyarakat Urutsewu tak lagi bisa memanfaatkan tanah yang telah menjadi hak miliknya secara resmi untuk memenuhi hajat hidup mereka. Perampasan ini selain membuat mereka mengalami kesusahan dalam memenuhi hajat hidupnya, juga diiringi dengan hilangnya rasa aman akibat ancaman, teror, dan kekerasan fisik.

2. Dalam klaim pelebaran hak kepemilikan tanah dari 500 m menjadi 1000 m dari bibir pantai pada 2007 yang ditolak oleh warga Urutsewu, Pangdam Diponegoro waktu itu mengeluarkan ancaman yang intinya: “Akan dilakukan pematokan ulang dan barang siapa yang akan merusak patok TNI akan diambil tindakan tegas.”

3. Dalam aksi penolakan terhadap penggunaan tanah di sepanjang pesisir Urutsewu sebagai tempat latihan militer dan penambangan pasir besi, pada 16 April 2011 terdapat 6 petani dikriminaliasasi (pasal pengrusakan dan penganiayaan), 13 orang luka-luka, 6 orang diantaranya luka akibat tembakan peluru karet, dan di dalam tubuh seorang petani lainnya bersarang peluru karet dan timah; 12 sepeda motor milik warga dirusak dan beberapa barang, seperti handphone, kamera, dan data digital dirampas secara paksa oleh tentara. 

4. Tidak ditanggapinya penolakan warga Urutsewu atas disahkannya Perda RTRW 2012 yang menjadikan Urutsewu sebagai kawasan pertambangan pasir besi dan latihan serta uji coba senjata berat TNI. Dengan demikian, pemerintah Kabupaten dan DPRD Kebumen telah menelantarkan nasib warganya yang telah mengalami perampasan tanah dan ketidakpastian hidup mereka sejak memanasnya isu ini.


Kami


MENGAJAK SEGENAP LAPISAN MASYARAKAT INDONESIA UNTUK IKUT MENDUKUNG PETISI INI, MENDESAK PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN, PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH, PEMERINTAH PUSAT, KOMNAS HAM, DAN TNI AD UNTUK MENGAMBIL TINDAKAN YANG KAMI SARANKAN DI ATAS. 
Warga di sepanjang pesisir Urutsewu berhak mendapatkan hak milik atas tanahnya sesuai dengan perundangan dan surat-surat resmi dari lembaga-lembaga yang punya kewenangan untuk memutuskan sah atau tidaknya kepemilikan tanah tersebut. Mereka juga memiliki hak asasi untuk hidup dengan rasa aman, jauh dari kekerasan fisik, dan tanpa perlakuan yang kejam dan tak manusiawi akibat menuntut hak mereka.


Untuk
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah 

Pemkab Kebumen, BPN Jawa tengah Kodam IV Diponegoro, TNI AD 


Kembalikan tanah di pesisir Urutsewu kepada pemiliknya yang sah dan jadikan pesisir Urutsewu sebagai kawasan pertanian dan agrowisata!








Yogyakarta, 22 Maret 2014 
Inisiator Petisi
1. Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS)
2. Urutsewu Bersatu (USB)
3. Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam (FNKSDA) 
4. Sanggar Rupa Seni Rangka Tulang 
5. Teater 42
6. Sanggar Nusantara
7. Mantra Merah Putih
9. Etnohistori
8. Yayasan Desantara 
10. Komunitas Wayang Sampah Sanggar Lereng Kendeng
11. Gerakan Literasi Indonesia
12. Teater GERAK STAINU Kebumen.


DAFTAR BLOG TER-UPDATE