Dalam erupsi tersebut, Merapi dilaporkan menggelontorkan lava pijar sejauh 1 Km ke arah hulu Kali Senowo. Letusan itu disertai pula suara gemuruh dari puncak. Hujan abu dan pasir mengguyur daerah-daerah dalam radius 12 Km dari sisi tenggara hingga barat daya.
"Berdasarkan analisis, lava pijar yang keluar dari kawah bukan material juvenile (magma baru). Merapi belum memasuki fase letusan magmatik baru," jelas Jubir BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya.
Sebelumnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Badan Geologi yang secara khusus memonitor gunung api tersebut telah melaporkan situasi tersebut ke Posko BNPB, BPBD Magelang, BPBD Sleman, BPBD Klaten dan BPBD Jawa Tengah.
"Material yang keluar adalah gas vulkanik yang dominan CO2 (karbon dioksida) sebagai pemicu letusan. Adanya beberapa kali gempa tektonik di DIY dan Jawa Tengah juga berpengaruh pada sistem internal di Gunung Merapi sehingga terjadi pelepasan CO2," jelasnya.
Dalam kaitan itu, Status Gunung Merapi ditegaskan tetap dalam kondisi aktif normal. Tidak ada pula peningkatan aktivitas vulkanik pascaproses yang disebut letusan kecil itu. Merujuk laporan dari BPBD sekitar Merapi, hujan abu terjadi di Kecamatan Dukun, Srumbung, Muntilan, Sawangan, hingga Kota Mungkid di Kabupaten Magelang. Meski demikian, tidak ada masyarakat yang mengungsi.
"Kami mengimbau masyarakat di sekitar Merapi terus meningkatkan kewaspadaan," ujar Sutopo.
Dia menyebut letusan yang terjadi pada dinihari itu serupa dengan dua letusan sebelumnya. Letusan pada awal dan akhir Maret lalu misalnya. Merapi ketika itu menghembusan asap berwarna coklat, tebal, tekanan kuat, kolom asap tegak, setinggi 1.500 m. (SuaraMerdeka/LintasKebumen)
