CONTOH SINOPSIS
SINOPSIS
SINOPSIS
Disusun
oleh :
Rois
Navi Al - Fajri
NISN
:
0020852292
Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah
Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah
1 Gombong
2013
Data buku :
Judul buku : Cerita Rakyat Banten Dan Jakarta
Penulis : Tuti A. Windri dan Wahyu Untara
Penerbit : CV. Sinar Cemerlang Abadi
Tahun terbit : 2010
Kota terbit : Jakarta
Si
Bokek
Orang – orang
memanggilnya Si Bokek . Tahukah kenapa dia
dipanggil Sibokek?
Pada suatu ketika di Betawi ada seorang guru mengaji.
Muridnya banyak karena dia guru mengaji yang pintar.Tetapi sayang dia memiliki dua sifat tercela yang membuat
anak-anak miskin tak berani belajar mengaji padanya.
Sang guru terkenal sangat sombong dengan kepandaiannya
dan derajatnya. Dia sangat suka menyombongkan keturunannya yang berasal dari
seorang ulama besar dahulu kala., oleh karena itu dia merasa memiliki derajat
yang lebih dari orang kebanyakan. Sifat yang tercela lainnya dari sang guru
mengaji adalah dia suka mencela. Dia sangat sangat suka mencela dan meremehkan
orang miskin. Sebagai guru mengaji dia juga menarik uang dari para muridnya
tiap bulannya. Uang itu sebagai iuran biaya mereka mengaji padanya, maka dia
tak boleh mengaji.
Pada suatu hari ada anak miskin yang diterima menjadi
murid mengajinya. Semula dia enggan menerimanya, namun kemudian anak itu
diterimanya setelah orang tuanya bersedia membayar biaya mengajinya.
Maka si miskin pun bisa mengaji pada sang guru mengaji.
Tetapi malang sekali bagi si miskin. Keluarganya yang
tidak mampu, tidak setiap bulan bisa membayar biayanya. Si miskin selalu telat
membayar. Karena telat membayar dia selalu menjadi sasaran celaan dan hinaan
gurunya.
Pada suatu awal bulan, dia
telat lagi membayar iurannya hingga guru mengajinya marah-marah. “Dasar bokek!”
teriaknya pada si miskin didepan kawan-kawannya sambil marah-marah. Betapa malu
si miskin. Teman-temannya pun tertawa riuh. Dan semenjak itu guru dan
teman-temannya memanggil si miskin sebagai Si Bokek.
Maka. Begitulah kenapa si miskin itu di panggil Si bokek.
Walaupun sebutan itu memalukan, Si Bokek artinya dia yang
selalu tak punya duit, dia tetap mengaji. Niatnya untuk belajar telah
menguatkannya. Lagi pula dia belajar untuk pintar mengaji, sedikit cobaan
mendapat julukan yang agak memalukan bukanlah hal yang berat baginya.
Tetapi rupanya kesabaran Si Bokek menghadapi tingkah para
teman dan gurunya ada pula batasnya.
Pada suatu kesempatan diadakan selamatan khataman. Oleh
guru mengaji, para murid diminta untuk membawa makanan dari rumah. Murid
mengaji yang patuh itu pun melaksanakan perintah gurunya. Ada yang membawa
ketupat sayur, ada yang membawa opor ayam, ada yang membawa kerak telor, ada
yang membawa gulai kambing, dan bahkan ada pula yang membawa semur jengkol.
Semua anak membawa makanannya masing-masing Kecuali Si Bokek. Dia hanya membawa
daun pisang! Karena orang tuanya sangat miskin, maka mereka tak bisa membekali si
miskin makanan seperti seperti orang tua-orang tua yang lain. Si Bokek hanya
membawa daun pisang saja. Seperti biasanya setelah selamatan, makanan pun di
bagi-bagikan pada semua yang hadir untuk dimakan dan dibawa pulang sebagai
oleh-oleh di rumah. Untuk tempat oleh-olehnya itulah Si Bokek membawa daun
pisang.
Tentu saja hal itu sangat
membuat geram guru mengajinya. Bagaimana tidak geram, jika murid yang lain
membawa makanan yang enak-enak, Si Miskin malah membawa daun pisang? Maka sang
guru mengaji pun marah-marah pada Si Bokek di depan para murid. Kali ini dia
marah besar, hingga semua ucapan yang tak pantas didengar dan diucapkan seorang
guru mengaji pun keluar. Si Bokek sangat malu . kemudian dia tak mau mengaji
pada guru itu lagi dan keluar.
Kita tinggalkan guru mengaji
yang tak pantas ditiru itu dahulu. Kita akan mengikuti perjalanan Si miskin.
Pada suatu hari Si Miskin berjalan-jalan ke hutan. Dia menemukan seekor anak
kerbau yang ditinggalkan induknya karena sakit. Karena kasihan, dibawanya anak
kerbau itu pulang. Kemudian anak kebau itu dirawatnya hingga sembuh. Anak kerbau
itu lantas dipeliharanya dengan telaten. Tiap pagi digembalakannya di padang
rumput di depan rumahnya, dan setiap sore dimandikannya di empang dekat
rumahnya. Maka tak heran jika tak lama kemudian anak kerbau itu telah tumbuh
menjadi kerbau yang sehat dan gemuk.
Melihat kerbaunya telah gemuk
dan sehat. Kemudian terpikir olehnya akan hutang iuran mengaji yang telat
dibayarkannya pada guru mengajinya dahulu itu. Dia berniat melunasi hutangnya
itu dengan memberi sang guru kerbaunya yang gemuk dan sehat itu. Walaupun
miskin, Si Miskin ternyata tak pernah bisa lupa akan hutangnya dan dia selalu
ingin melunasinya.
Sang guru mengaji senang sekali
menerima kerbau Si Miskin sebagai ganti iuran mengajinya yang dahulu. Tentu
saja senang sekali, karena nilai kerbau itu seratus kali lipat dari hutang si
miskin padanya. Tentu sja si Miskin tidak tahu akan hal itu, dan juga tidak
peduli.
Si miskin yang jujur itu senang
telah bisa melunasi hutang-hutangnya pada guru ngaji.
Guru mengaji itu sangat bangga
dengan kerbaunya. Oleh karena itu dia pun merawatnya dengan cermat, seperti
cara Si Miskin dahulu merawatnya. Bahkan guru mengaji itu pun menggembalaknnya
sendiri di sawah.
Pada suatu hari saat guru
mengaji sedang menggembalakan kerbaunya, tiba tiba langit menjadi mendung. Tak
lama kemudian hujan badai pun turun.
Semua yang sedang bekerja di
sawah berlarian mencari tempat berteduh. Ada yang mencari tempat teduh di gubuk
tengah sawah, ada yang mencari teduh di gubuk tengah sawah, ada yang mencari di bawah pohon, ada pula yang nekat
saja berjalan pulang dengan berpayung daun pisang.
Sang guru mengaji pun tidak
ketinggalan mencari tempat berteduh. Sambil menuntun kerbaunya , dia mencari
sebuah pohon. Setelah mengikat kerbaunya, dia pun mulai memanjat pohon untuk
berteduh.
Guru mengaji itu duduk di atas
cabang yang berderak-derak, dan ranting yang saling sapu karena kuatnya angin.
Cabang-cabang saling bergesekan keras karena angin angin hingga pada suatu saat
cabang yang diduduki si guru mengaji bergesekan dengan cabang disebelahnya dan
menjepit kakinya.
Guru mengaji berteriak
kesakitan.
Kaki guru mengaji terjepit oleh
cabang pohon hingga tak bisa bergerak dan sekarang telah patah. Dia pun
berteriak minta tolong. Tetapi sayang, hujan terlalu lebat hingga teriakannya
tak bisa didengar siapapun, termasuk Si Miskin yang rumahnya berada didekatnya.
Kemudian tahukah kalian apa yang terjadi pada guru mengaji?
Saat hujan telah reda. Seorang
gembala yang kebetulan lewat di bawah pohon tempat guru mengaji berteduh hanya
menemukan kerbaunya,dia tidak bisa menemukan guru mengaji, yang ada hanyalah seekor tokek.
Tak seorang pun tahu nasib guru
ngaji yang sebenarnya. Sedang Si Miskin hidup bahagia dan jujur selamanya.