Laman

Selasa, 08 April 2014

Politik Uang Bagaikan Bermain Judi


YOGYAKARTA - Praktik politik uang atau money politic seolah merupakan sesuatu yang lumrah dalam setiap pelaksanaan pemilu di Indonesia. Ada kalangan yang setuju dengan praktik tersebut, tapi tidak sedikit yang menolaknya.

"Money politik seperti lempar dadu, itu judi. Hanya satu kepastian uang habis, menang atau kalah itu belum tentu," kata Ketua Tim Peneliti Pusat Studi Hukum Konsitusi Fak UII Yogyakarta, Anang Zubaidi, Senin (7/4).
Anang menegaskan calon wakil rakyat yang melakukan praktik maney politik kepada pemilih pemula adalah salah sasaran. Pasalnya, masyarakat yang memiliki hak menentukan pilihannya, khusus bagi pemilih pemula usia 17-18 tahun merupakan pemilih idealis.

"Saya melihat sistem atau perundang - undangan pemilu kita masih ada celah untuk memungkinkan peserta melakukan praktik money politik," jelasnya.

Yang perlu dibenahi, lanjutnya, mentalitas dan membangun kesadaran tentang ketatanegaraan yang baik.

"Pendidikan kewarganegaraan itu penting, orang bisa paham mengenai sistem demokrasi yang benar," jelasnya.
Anang menegaskan, masih adanya praktik politik uang karena banyak hal, di antaranya masyarakat sendiri butuh, penegak hukum sulit mengendus, dan tidak melanggar HAM.

"Slogan menolak money politic itu hampir semua parpol, tapi fakta di lapangan tidak demikian. Ini kenapa? Karena ada tuntutan bagi peserta untuk memperoleh suara, sementara pemilih mulai jual mahal, kalau tidak diberi 'sesuatu' tidak memilih," jelasnya.

Sebaliknya, ada banyak pihak yang konsisten untuk tidak melakukan money politic. Konsekuensinya apakah akan terpilih sebagai pemimpin? Itu bukan jaminan karena persanginan sangat ketat.

"Tapi begini, adanya praktik money politic itu jelas merusak kondisi politik Indonesia yang mestinya bersih, kemudian menimbulkan ketidakadilan terutama bagi peserta minim uang, dan yang pasti pilihan itu merusak moral dalam perpolitik," jelasnya. (okezone/LintasKebumen)

DAFTAR BLOG TER-UPDATE