Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengakui sektor pertanian semakin ditinggalkan pekerja terdidik. Salah satu strategi agar angkatan kerja baru bersedia masuk ke bidang agraris, caranya adalah mekanisasi. Dengan demikian, bisnis pertanian menghasilkan produk bernilai tambah.
Selama ini angkatan kerja pertanian didominasi warga berusia tua, maka produktivitasnya akan rendah. "Pertanian itu kan berkurangnya kan orang-orang yang tidak produktif, yang mereka petani tua sudah saatnya tidak di lapangan. Artinya ada semacam yang harus keluar dari angkatan kerja," kata Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah Bappenas Rahma Irianti di Kantornya, Jakarta, Selasa (6/5).
Sedangkan dari pengalaman lembaga pendidikan teknis seperti SMK, sektor-sektor pengolahan produk pertanian sebetulnya masih diminati anak muda. Oleh karenanya, Irianti menilai masih ada jalan menggenjot serapan tenaga kerja dari bidang agraris. "Banyak kok yang masih tertarik, karena mekanisasi pertanian itu kan bagus untuk anak-anak SMK. Intinya kan bagaimana meningkatkan produktivitas," ungkapnya.
Dengan predikat sebagai negara agraris, Indonesia terbukti belum memaksimalkan peran sektor pertanian. Bahkan sektor ini mulai terpinggirkan. Salah satu indikatornya terlihat dari data terbaru yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai struktur lapangan pekerjaan Indonesia hingga Februari 2014.
Dalam data tersebut, lapangan pekerjaan sektor pertanian konsisten ditinggalkan masyarakat. Pada Februari 2012 jumlah masyarakat bekerja sektor pertanian mencapai 42,36 juta orang. Setahun kemudian atau Februari 2013, jumlah pekerja ini turun hingga hanya 41,11 juta orang. Alhasil, per Februari 2014, pekerja sektor pertanian tinggal 40,83 juta orang.
Ini lebih rendah dibanding sektor jasa kemasyarakatan meningkat sebanyak 640.000 dalam satu tahun terakhir. Ambil contoh bidang perdagangan jumlah pekerjanya bertambah 450.000 orang, atau industri yang bertambah 390.000 orang. ( Ardyan Mohamad / Merdeka )