Laman

Selasa, 15 April 2014

Nama SMK Dhuafa Purbalingga Dicoret


PURBALINGGA – Bupati Sukento Rido Marhaendrianto ingin menghilangkan julukan ‘Dhuafa’ yang melekat pada SMK N 3 Purbalingga. Sebab, menurut saran berbagai pihak, istilah ‘SMK Dhuafa’ akan memberikan efek psikologis yang kurang baik bagi anak didik.
“Istilah Dhuafa, saya pribadi coret! Jadi mohon, jangan disebut lagi SMK Dhuafa, sebut saja langsung SMK Negeri 3 Purbalingga!” tegasnya saat memimpin Rapat Koordinasi Persiapan Penerimaan Siswa Baru SMK Negeri 3 Purbalingga di Ruang Rapat Bupati Gedung B Setda, Senin (14/4).
Lebih lanjut, Sukento meminta Kepala SMK N 3 Purbalingga beserta jajarannya berani menolak siswa ‘titipan partai’ jika memang tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan. Sehingga, siswa miskin yang benar-benar membutuhkan dan memenuhi kriteria, tidak terzalimi.
“Apalagi jika memang disyaratkan kesehatan fisik yang baik dan tidak memiliki penyakit menahun. Jangan sampai, karena tekanan partai, siswa yang punya penyakit menahun tetap diterima. Karena jika terjadi sesuatu di kemudian hari, akan menjadi tanggung jawab siapa lagi?” tuturnya
Di dalam rapat yang dihadiri Kepala Dinas Pendidikan, Inspektur Inspektorat, Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Bappeda dan Kepala SMK N 3 Purbalingga beserta stafnya, Sukento meminta agar penanganan SMK N 3 Purbalingga ini benar-benar serius dan profesional.
Anak-anak ini, kata dia, dari keluarga yang secara ekonomi sangat-sangat di bawah. Mereka sekolah dan berasrama di SMK N 3 Purbalingga ini, dengan harapan agar kehidupannya kelak jauh lebih baik.
“Maka, jangan seperti air mengalir. Kita harus upayakan sungguh-sunggu agar mereka ‘laku dijual’ dan memiliki daya saing. Jangan sampai, setelah mereka lulus, tidak ada arahan untuk melanjutkan kemana atau disalurkan kemana. Mereka nanti akan stres mendapati kenyataan tak seindah harapan,” tegasnya.
Terima Siswa Reguler
 Berbeda dengan tahun perdana, di tahun kedua ini, SMK N 3 Purbalingga ini tak hanya menerima siswa dari keluarga miskin untuk tinggal di asrama (boarding). Tapi juga menerima siswa reguler dari keluarga nonmiskin.
Khusus untuk boarding, jurusan yang diambil melanjutkan yang sudah ada, yakni Jurusan Pengelasan. Sedang untuk siswa reguler, tersedia Jurusan Permesinan.
Menurut Juwani, persyaratan untuk calon siswa. boarding jauh lebih ketat dari siswa reguler. Selain harus dari keluarga yang benar-benar tidak mampu, calon siswa boarding juga harus memiliki fisik dan riwayat kesehatan yang baik serta memiliki jaminan kesehatan seperti jamkesmas.
Selain rekomendasi kesehatan dari dokter berwenang, para calon siswa boarding juga menghadapi seleksi kesehatan dan fisik. Tes kesehatan meliputi tes jantung, paru-paru, kulit, mata, telinga dan ginjal. Sementara untuk tes fisik berupa lari lintasan 1.500 meter dan push up selama dua menit. Di sinilah, kondisi kesehatan dan fisik tidak akan bisa dimanipulasi.
( Ryan Rachman / CN39 / SMNetwork

DAFTAR BLOG TER-UPDATE