Laman

Selasa, 01 Juli 2014

Segarnya Hutan Bakau Di Pantai Logending


Foto: ~ Segarnya Hutan Bakau Pantai Logending ~

AYAH - Sore di akhir pekan di Pantai
Logendhing, Ayah, Kebumen tampak
cerah. Arus sungai Begawan Bodo
yang memisahkan wilayah Kebumen
dan Cilacap mengalir begitu tenang
menuju kawasan pantai. Jembatan
Kali Bodo yang memanjang tampak
sibuk dengan hilir mudik kendaraan
yang melintas di atasnya.
Adek (14), nahkoda perahu yang kami
tunggangi, dengan cekatan
memegang tuas kemudi perahu
menyusuri hutan mangrove (hutan
bakau) di sepanjang muara Begawan
Bodo. Sesekali perahu kami harus
menabrak juntaian akar pohon bakau
yang tumbuh lebat di sisi kanan dan
kiri. Adek pun tak jarang harus
mencebur ke dalam sungai untuk
mengarahkan perahu kami.
Setelah beberapa menit, perahu
sampai di tengah rerimbun hutan
bakau. Mesin perahu kami matikan.

Sukamsi (50), pemimpin rombongan,
meminta kami sejenak menikmati
udara dan menghirup nafas dalam-
dalam. “Disini kita bisa menghirup
oksigen sepuasnya. Gratis tidak perlu
bayar,” katanya.
Kawasan hutan mangrove di
sepanjang muara Begawan Bodo,
Pantai Logending, Ayah, Kebumen,
saat ini memang belum banyak
dikenal. Kawasan seluas 32 hektar ini,
baru mulai dikembangkan sejak
tahun 2003 lalu. Adalah Sukamsi
bersama Kelompok Peduli Lingkungan
Pantai Selatan (Pansela) yang
mengembangkan dan melestarikan
hutan mangrove ini.

“Dulu kawasan hutan bakau ini rusak
parah, tak banyak tanaman bakau
yang tumbuh. Padahal kawasan ini
merupakan kawasan rawan bencana
tsunami. Namun Alhamdulillah,
sekarang kondisi hutan bakau ini
mulai pulih,” katanya.

Upaya pelestarian kawasan yang
dilakukan Sukamsi bersama
kelompoknya memang patut diacungi
jempol. Sebanyak 470 anak jalanan
yang dulu bekerja sebagai tukang
parkir, pengamen bahkan tukang
palak, ia bina untuk menanam dan
melestarikan hutan bakau di kawasan
tersebut.

Hasilnya, ekosistem kawasan hutan
bakau yang dulu rusak kini mulai
pulih kembali. Dan dari hutan bakau
itulah, masyarakat sekitar pantai pun
memperoleh banyak manfaat. Mereka
mendapat sumber ekonomi dari
pembibitan kepiting dan udang yang
mampu dijual dengan harga cukup
tinggi. Para nelayan pun kini juga
mulai dapat menemukan kembali ikan
Terusan sejenis ikan Kakap Putih
yang pernah menghilang, seiring
rusaknya ekosistim hutan bakau di
kawasan itu.

“Yang jelas kita menyadari potensi
bencana di kawasan ini. Sehingga
perlu upaya penanganan bencana.

Salah satunya adalah dengan
mengembalikan kawasan hutan
mangrove ini agar dapat menahan
abrasi pantai dan tsunami jika
sewaktu-waktu terjadi,” katanya.

Tak hanya itu, kini pengembangan
kawasan hutan mangrove di
sepanjang muara Begawan Bodo juga
diarahkan untuk wisata minat khusus.

Para wisatawan dapat menyewa
perahu dan menyusuri lebatnya
hutan bakau di sekitar kawasan itu.

Termasuk juga mengenal
pengembangan ekosistim hutan
bakau mulai dari pembibitan hingga
penanamanya. (KRjogja/Bk/KebumenBeriman)

AYAH - Sore di akhir pekan di Pantai Logendhing, Ayah, Kebumen tampak cerah. Arus sungai Begawan Bodo yang memisahkan wilayah Kebumen dan Cilacap mengalir begitu tenang menuju kawasan pantai. Jembatan Kali Bodo yang memanjang tampak sibuk dengan hilir mudik kendaraan yang melintas di atasnya. Adek (14), nahkoda perahu yang kami tunggangi, dengan cekatan memegang tuas kemudi perahu menyusuri hutan mangrove (hutan bakau) di sepanjang muara Begawan Bodo. Sesekali perahu kami harus menabrak juntaian akar pohon bakau yang tumbuh lebat di sisi kanan dan kiri. Adek pun tak jarang harus mencebur ke dalam sungai untuk mengarahkan perahu kami. Setelah beberapa menit, perahu sampai di tengah rerimbun hutan bakau. Mesin perahu kami matikan.
Sukamsi (50), pemimpin rombongan, meminta kami sejenak menikmati udara dan menghirup nafas dalam- dalam. “Disini kita bisa menghirup oksigen sepuasnya. Gratis tidak perlu bayar,” katanya.
Kawasan hutan mangrove di sepanjang muara Begawan Bodo, Pantai Logending, Ayah, Kebumen,
saat ini memang belum banyak dikenal. Kawasan seluas 32 hektar ini, baru mulai dikembangkan sejak
tahun 2003 lalu. Adalah Sukamsi bersama Kelompok Peduli Lingkungan Pantai Selatan (Pansela) yang
mengembangkan dan melestarikan hutan mangrove ini.

“Dulu kawasan hutan bakau ini rusak parah, tak banyak tanaman bakau yang tumbuh. Padahal kawasan ini merupakan kawasan rawan bencana tsunami. Namun Alhamdulillah, sekarang kondisi hutan bakau ini mulai pulih,” katanya.

Upaya pelestarian kawasan yang dilakukan Sukamsi bersama kelompoknya memang patut diacungi
jempol. Sebanyak 470 anak jalanan yang dulu bekerja sebagai tukang parkir, pengamen bahkan tukang palak, ia bina untuk menanam dan melestarikan hutan bakau di kawasan tersebut.

Hasilnya, ekosistem kawasan hutan bakau yang dulu rusak kini mulai pulih kembali. Dan dari hutan bakau itulah, masyarakat sekitar pantai pun memperoleh banyak manfaat. Mereka mendapat sumber ekonomi dari pembibitan kepiting dan udang yang mampu dijual dengan harga cukup
tinggi. Para nelayan pun kini juga mulai dapat menemukan kembali ikan Terusan sejenis ikan Kakap Putih yang pernah menghilang, seiring rusaknya ekosistim hutan bakau di kawasan itu.

“Yang jelas kita menyadari potensi bencana di kawasan ini. Sehingga perlu upaya penanganan bencana.

Salah satunya adalah dengan mengembalikan kawasan hutan mangrove ini agar dapat menahan
abrasi pantai dan tsunami jika sewaktu-waktu terjadi,” katanya.

Tak hanya itu, kini pengembangan kawasan hutan mangrove di sepanjang muara Begawan Bodo juga
diarahkan untuk wisata minat khusus.

Para wisatawan dapat menyewa perahu dan menyusuri lebatnya hutan bakau di sekitar kawasan itu.

Termasuk juga mengenal pengembangan ekosistim hutan bakau mulai dari pembibitan hingga
penanamanya. (KRjogja/Bk/KebumenBeriman)

DAFTAR BLOG TER-UPDATE